cw // insecurities
Jadwal perkuliahan Jayden hari ini selesai lebih cepat daripada hari lainnya, sehingga ia bisa bersiap-siap ke cafe dekat kampusnya untuk bertemu dengan Deffa. Sebelumnya Jayden pergi ke sebuah studio foto untuk mencetak sebuah foto polaroid yang akan ia tulis dengan surat balasan untuk Deffa. Dengan harapan rencana untuk menyatakan perasannya ke Deffa hari ini bakal berhasil.
Waktu telah menunjukkan pukul empat sore dan Jayden sekarang sudah standby di cafe dekat kampus untuk bertemu dengan Deffa. Setelah beberapa menit menunggu, Deffa akhirnya datang, dan dengan lambaian tangan Jayden, Deffa langsung menuju ke kursi yang sudah disiapkan oleh Jayden.
Suasana kali ini menjadi sangat canggung, berbeda dengan pertemuan mereka sebelumnya. Deffa terus-terusan menundukkan kepalanya, menghindari bertatap muka dengan Jayden karena rasa malunya.
"Hai def.. Maaf ya gue ga bermaksud lancang tapi tadi emang gue ga sengaja nemu notebook lo. Gue mau balikin ini. Dan ada satu hal lagi yang pengen gue omongin sama lo. Apa lo mau dengerin gue?" Tanya Jayden sambil menyodorkan notebooknya kepada Deffa. "Lo mau ngomong apa, jay?" Deffa masih tidak mau melihat ke arah Jayden. Tetapi tiba-tiba Jayden menggenggam kedua tangan Deffa dengan erat, sesekali mengelus punggung tangan Deffa dengan ibu jarinya.
"Gue minta maaf karena gue ga sengaja ngeliat foto polaroid yang lepas dari lembaran notebook lo. Tapi justru gue malah seneng, karena gue jadi tau kalo lo punya perasaan yang sama kayak gue. Mungkin lo ngerasa aneh kenapa gue akhir-akhir ini sering nyamperin lo, ajak lo pergi, atau sering ngechat lo. Itu semua gue lakuin karena gue pengen kenal lebih dekat sama lo, Deffa. I have a crush on you too. For a long time. Way before those things happened. Dan gue jadi lega banget pas tau kalo lo juga nyimpen perasaan yang sama. So maybe this is the perfect time buat gue confess perasaan gue. Gue sayang sama lo, Deffa. Apa lo mau jadi lebih dekat sama gue? Will you be mine?" Jayden akhirnya menyatakan perasaannya ke Deffa yang telah terpendam sejak lama.
Deffa seketika langsung membeku ditempatnya. Ia sungguh kaget mendengar semua perkataan yang baru saja diucapkan oleh Jayden. Perasaan campur aduk mulai memenuhi hati dan pikirannya. Di satu sisi ia sangat senang karena perasaanya bisa terbalaskan, namun di sisi lainnya rasa ketakutan, insecure dan denialnya mengalahkan semua rasa senangnya.
Deffa tiba-tiba menarik kedua tangannya yang sebelumnya digenggam oleh Jayden, dan sontak membuat Jayden bingung. "Jayden.. Gue minta maaf. Ga seharusnya lo tau dan ngelakuin ini semua. Makasih karena lo udah ngungkapin semua perasaan lo, tapi gue gabisa balas itu semua. Gue ga pantes dapet ini semua. Gue ga mau kalo lo ngebalas perasaan gue cuma gara-gara lo kasian sama gue. Gue ga mau lo ngelakuin ini karena terpaksa. Cukup bagi gue buat mengagumi lo dari jauh, tapi gue ga bakal yakin kalo kita bisa ngelanjutin ini berdua. Masih banyak orang diluar sana yang pantes buat ada disamping lo, tapi itu bukan gue. Gue harap lo bisa ngertiin gue, jay. Tolong jangan cari gue lagi ya? Makasih udah balikin notebook gue. Gue permisi" Deffa tiba-tiba langsung berdiri dari tempat duduknya dan berlari meninggalkan cafe tersebut.
Jayden sontak kaget dan mengejar Deffa keluar cafe "Deffa tunggu! Dengerin gue dulu! Deffa!" teriak Jayden namun Deffa tetap mengabaikannya dan terus pergi meninggalkan area cafe. Jayden kini menghembuskan nafas yang berat, masih tidak percaya dengan kejadian yang ia alami barusan. "Bukannya ini yang lo mau, def? Kenapa lo malah pergi ninggalin gue?" batin Jayden yang masih tidak mengira bahwa rencananya untuk menyatakan perasannya ke Deffa malah gagal total tidak sesuai dengan ekspektasinya.